Rabu, 24 Desember 2008




KOMIK
PEMBENTUKAN MUKA BUMI







I. STANDAR KOMPETENSI
Memahami Sejarah Pembentukan Muka Bumi
II. KOMPETENSI DASAR
Menjelaskan Sejarah Pembentukan Bumi
III. MATERI PEMBELAJARAN
- Proses terjadinya bumi
- Perkembangan bentuk muka bumi
IV. INDIKATOR
- Melalui informasi guru, siswa dapat mendeskripsikan proses terjadinya bumi
- Melalui informasi guru, siswa dapat mendeskripsikan proses bentuk muka bumi
V. TUJUAN
- Siswa dapat mendeskripsikan proses terjadinya bumi
- Siswa dapat mendeskripsikan proses perkembangan bentuk muka bumi
- Siswa dapat menyebutkan lempeng-lempeng tektonik di permukaan bumi




KETERANGAN POSTER


Judul : Kerusakan Lingkungan Akibat Eksploitasi
Tema : Lingkungan
Tujuan :
· Memberi gambaran bagaimana tentang kerusakan yang ditimbulkan dari proses pengerukan pasir pantai
· Memberikan himbauan kepada siswa agar tidak mengekplorasi SDA secara berlebihan.
· Memberikan informasi tentang dampak dari ekplorasi SDA secara berlebihan

Jumat, 19 September 2008

PETA WILAYAH PENYEBARAN TUMBUHAN DAN HEWAN,

PETA WILAYAH PENYEBARAN TUMBUHAN DAN HEWAN,

GARIS WALLACE DAN WEBER,

SERTA ENAM DAERAH PENYEBARAN BIOTIK DI DUNIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persebaran hewan di muka bumi ini didasarkan oleh faktor fisiografik, iklim dan biotik yang berbeda antara wilayah yang satu dengan lainnya, sehingga akhirnya menyebabkan perbedaan jenis hewan di suatu wilayah.

Di samping itu faktor sejarah geologi juga mempengaruhi persebaran hewan di wilayah tertentu karena wilayah tersebut pernah menjadi satu. Namun hewan berbeda dengan tumbuhan yang bersifat pasif. Pada hewan, bila habitatnya dirasakan sudah tidak cocok, maka seringkali mengadakan migrasi ke tempat lainnya secara besar-besaran. Oleh karena itu pola persebaran fauna tidak seperti persebaran flora. Adakalanya hewan khas di suatu wilayah juga terdapat di wilayah lainnya.

Dari sedikit keterangan di atas, maka kami akan membuat makalah dengan judul “Peta Wilayah Penyebaran Tumbuhan dan Hewan, Garis Wallace dan Weber, serta Enam Daerah Penyebaran Biotik di Dunia

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, diantaranya:

1. apa yang di maksud dan tujuan dari garis Wallace dan Weber?

2. apa sajakah enam wilayah penyebaran biotik yang ada di dunia?

3. dimanakah letak garis Wallace dan Weber yang ada di Indonesia?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini, diantaranya:

  1. mengetahui maksud dan tujuan dari garis Wallace dan Weber
  2. mengetahui enam wilayah penyebaran biotic yang ada di dunia
  3. mengetahui letak garis Wallace dan Weber yang ada di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Garis Wallace Garis Weber

Dalam membahas ilmu geografi tumbuhan dan hewan, kita tidak terlepas dari seorang ahli ilmu alam dari Inggris, yaitu Alfred Russel Wallace (1823-1913). Dia mempelopori penyelidikan secara modern tentang Geografi hewan terlepas dari teori Darwin. Dia mendalilkan suatu garis khayal sebagai pemisah antara dunia hewan Australis dan Asiatis. Alfred Russel Wallace mengadakan penelitian mengenai penyebaran hewan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hewan di Indonesia bagian Barat dengan hewan di Indonesia bagian Timur. Batasnya di mulai dari Selat Lombok sampai ke Selat Makasar. Oleh sebab itu garis batasnya dinamakan garis Wallace. Batas ini bersamaan pula dengan batas penyebaran binatang dan tumbuhan dari Asia ke Indonesia.

Kawasan Wallacea: meliputi wilayah Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Sumba, Sumbawa, Lombok dan Timor. Memiliki hewan-hewan khas (terutama di Pulau Sulawesi) tidak sama dengan hewan oriental dan hewan Australia, misal: Anoa, burung Mako, kera hitam.

Di samping itu seorang peneliti berkebangsaan Jerman bernama Weber, berdasarkan penelitiannya tentang penyebaran fauna di Indonesia, menetapkan batas penyebaran hewan dari Australia ke Indonesia bagian Timur. Garis batas tersebut dinamakan garis Weber.

B. Wilayah Penyebaran Biotik di Dunia

1. Wilayah Ethiopian

Wilayah persebarannya meliputi benua Afrika, dari sebelah Selatan Gurun Sahara, Madagaskar dan Selatan Saudi Arabia. Hewan yang khas didaerah ini adalah: gajah Afrika, badak Afrika, gorila, baboon, simpanse, jerapah, harimau. Mamalia endemik di wilayah ini adalah Kuda Nil yang hanya terdapat di Sungai Nil, Mesir.

2. Wilayah Paleartik

Wilayah persebarannya sangat luas meliputi hampir seluruh benua Eropa, Uni Sovyet, daerah dekat Kutub Utara sampai Pegunungan Himalaya, Kepulauan Inggris di Eropa Barat sampai Jepang, Selat Bering di pantai Pasifik, dan benua Afrika paling Utara. Kondisi lingkungan wilayah ini bervariasi, baik perbedaan suhu, curah hujan maupun kondisi permukaan tanahnya, menyebabkan jenis faunanya juga bervariasi. Beberapa jenis fauna Paleartik yang tetap bertahan di lingkungan aslinya yaitu Panda di Cina, unta di Afrika Utara, binatang kutub seperti rusa Kutub, kucing Kutub, dan beruang Kutub. Binatang-binatang yang berasal dari wilayah ini antara lain kelinci, sejenis tikus, berbagai spesies anjing, kelelawar. Bajing, dan kijang telah menyebar ke wilayah lainnya.

3. Wilayah Nearktik

Wilayah persebarannya meliputi kawasan Amerika Serikat, Amerika Utara dekat Kutub Utara, dan Greenland. Hewan khas daerah ini adalah ayam kalkun liar, tikus berkantung di Gurun Pasifik Timur, bison, muskox, caribau, domba gunung.

4. Wilayah Neotropikal

Wilayah persebarannya meliputi Amerika Tengah, Amerika .Selatan, dan sebagian besar Meksiko. Iklim di wilayah ini sebagian besar beriklim tropik dan bagian Selatan beriklim sedang. Hewan endemiknya adalah ikan Piranha dan Belut listrik di Sungai Amazone, Lama (sejenis unta) di padang pasir Atacama (Peru), tapir, dan kera hidung merah. Wilayah Neotropikal sangat terkenal sebagai wilayah fauna Vertebrata karena jenisnya yang sangat beranekaragam dan spesifik, seperti beberapa spesies monyet, trenggiling, beberapa jenis reptil seperti buaya, ular, kadal, beberapa spesies burung, dan ada sejenis kelelawar penghisap darah.

5. Wilayah Oriental

Untuk daerah oriental, daerah penyebaran biotiknya meliputi daerah Asia bagian selatan pegunungan Himalaya, India, Sri Langka, Semenanjung Melayu, Sumatera, Jawa, Kalirnantan, Sulawesi, dan Filipina. Fauna yang terdapat di daerah penyebaran ini misalnya: Siamang, Orang utan, Gajah, Badak, burung Merak.

Fauna Indonesia yang masuk wilayah ini hanya di Indonesia bagian Barat. Hewan yang khas wilayah ini adalah harimau, orang utan, gibbon, rusa, banteng, dan badak bercula satu. Hewan lainnya adalah badak bercula dua, gajah, beruang, antilop berbagai jenis reptil, dan ikan. Adanya jenis hewan yang hampir sama dengan wilayah Ethiopian antara lain kucing, anjing, monyet, gajah, badak, dan harimau, menunjukkan bahwa Asia Selatan dan Asia Tenggara pernah menjadi satu daratan dengan Afrika.

Fauna ini tersebar di bagian Barat yang meliputi Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali.

6. Wilayah Australian

Wilayah ini mencakup kawasan Australia, Selandia Baru, Irian, Maluku, pulau-pulau di sekitarnya, dan kepulauan di Samudera Pasifik. Beberapa hewan khas wilayah ini adalah kanguru, kiwi, koala, cocor bebek (sejenis mamalia bertelur). Terdapat beberapa jenis burung yang khas wilayah ini seperti burung cendrawasih, burung kasuari, burung kakaktua, dan betet. Kelompok reptil antara lain buaya, kura-kura, ular pitoon.

Fauna yang terdapat di wilayah ini terdapat di Irian Jaya dan pulau-pulau disekitarnya. Binatang-binatangnya mempunyai kesamaan dengan binatang-binatang di benua Australia. Daerah ini juga disebut fauna dataran Sahul., contohnya antara lain: kanguru, kasuari, kuskus, burung cendrawasih dan berbagai jenis burung lainnya, reptil, dan amphibi.

C. Garis Wallace dan Weber di Indonesia

Hewan-hewan yang berada di Oriental dan Australis batas pertemuannya dari kedua jenis hewan tersebut berada di kepulauan Indonesia. Begitu juga dengan jenis-jenis tumbuhan yang dikemukakan oleh Weber. Batas masing-masing jenis hewan dan tumbuhan yang dikemukakan oleh kedua ahli tersebut dibuat garis khayal yang memisahkan golongan hewan dan tumbuhan Asiatis, golongan hewan dan tumbuhan peralihan antara Asiatis dan Australis, dan golongan hewan dan tumbuhan Australis.

Oleh karena itu, Kepulauan Indonesia dibagi menjadi tiga golongan hewan dan tumbuhan berdasarkan jenis persebarannya.

1. Asiatis/Oriental

Daerah ini juga disebut daerah fauna dataran Sunda. Fauna Asiatis antara lain adalah: gajah India di Sumatera, harimau terdapat di Jawa, Sumatera, Bali, badak bercula dua di Sumatera dan Kalimantan, badak bercula satu di Jawa, orang utan di Sumatera dan Kalimantan, Kancil di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, dan beruang madu di Sumatera dan Kalimantan. Hal yang menarik adalah di Kalimantan tidak terdapat harimau dan di Sulawesi terdapat binatang Asiatis seperti monyet, musang, anoa, dan rusa. Di Nusa Tenggara terdapat sejenis cecak terbang yang termasuk binatang Asia. Fauna endemik di daerah ini adalah, badak bercula satu di Ujung kulon Jawa Barat, Beo Nias di Kabupaten Nias, Bekantan/Kera Belanda dan Orang Utan di Kalimantan.

Flora di dataran Sunda disebut juga flora Asiatis karena ciri-cirinya mirip dengan ciri-ciri tumbuhan Asia. Contoh-contohnya yaitu: tumbuhan jenis meranti-merantian, berbagai jenis rotan dan berbagai jenis nangka. Hutan Hujan Tropis terdapat di bagian Tengah dan Barat pulau Sumatera dan sebagian besar wilayah Kalimantan. Hal ini dikarenakan sejarah geologi dulu bahwa dataran sunda bergabung dengan benua Asia.

Di dataran Sunda banyak dijumpai tumbuhan endemic, yaitu tumbuhan yang hanya terdapat pada tempat tertentu dengan batas wilayah yang relatif sempit dan tidak terdapat di wilayah lain. Tumbuhan endemic tersebut terdapat di Kalimantan sebanyak 59 jenis dan di Jawa 10 jenis. Misalnya bunga Rafflesia Arnoldii hanya terdapat di perbatasan Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Selatan. Anggrek Tien Soeharto yang hanya tumbuh di Tapanuli Utara,Sumatera Utara.

2. Australis

Fauna yang terdapat di wilayah ini terdapat di Irian Jaya dan pulau-pulau disekitarnya. Binatang-binatangnya mempunyai kesamaan dengan binatang-binatang di benua Australia. Daerah ini juga disebut fauna dataran Sahul., contohnya antara lain: kanguru, kasuari, kuskus, burung cendrawasih dan berbagai jenis burung lainnya, reptil, dan amphibi.

Flora yang ada di dataran Sahul disebut juga flora Australis sebab jenis floranya mirip dengan flora di benua Australia. Dataran Sahul yang meliputi Irian Jaya dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya memiliki corak hutan Hujan Tropik tipe Australia Utara, dengan ciri-ciri sangat lebat dan selalu hijau sepanjang tahun. Di dalamnya tumbuh beribu-ribu jenis tumbuh-tumbuhan dari yang besar dan tingginya bisa mencapai lebih dari 50 m, berdaun lebat sehingga matahari sukar menembus ke permukaan tanah dan tumbuhan kecil yang hidupnya merambat. Berbagai jenis kayu yang punya nilai ekonomis tinggi tumbuh dengan baik, seperti kayu besi, cemara, eben hitam, kenari hitam, dan kayu merbau. Di daerah pantai banyak kita jumpai hutan mangrove dan pandan, sedangkan di daerah rawa terdapat sagu untuk bahan makanan. Di daerah pegunungan terdapat tumbuhan Rhododendron yang merupakan tumbuhan endemik daerah ini.

3. Daerah Peralihan

Fauna peralihan tersebar di Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Daerah fauna Peralihan dibatasi oleh garis Wallace yang membatasi dengan fauna di dataran Sunda dan garis Weber yang membatasi dengan fauna di dataran Sahul. Contoh faunanya antara lain: babi rusa, anoa, kuskus, biawak, katak terbang. Katak terbang ini juga termasuk fauna Asiatis. Di daerah fauna peralihan juga terdapat fauna endemik seperti: Komodo di P.Komodo dan pulau-pulau sekitarnya, tapir (kerbau liar), burung Kasuari di Pulau Morotai, Obi, Halmahera dan Bacan

Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Pulau-pulau ini disebut daerah peralihan karena flora di daerah peralihan, mempunyai kemiripan dengan flora yang ada di daerah kering di Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, dan Filipina. Di kawasan pegunungannya terdapat jenis tumbuhan yang mirip dengan tumbuhan di Kalimantan. Sedangkan di kawasan pantai dan dataran rendahnya mirip dengan tumbuhan di Irian Jaya. Corak vegetasi yang terdapat di daerah Peralihan meliputi: Vegetasi Sabana Tropik di Kepulauan Nusa Tenggara, Hutan pegunungan di Sulawesi dan Hutan Campuran di Maluku.

Pembagian flora dan fauna di Indonesia tersebut didasarkan pada faktor geologi. Yang secara geologi pulau-pulau di Indonesia Barat pernah menyatu dengan benua Asia sedangkan pulau-pulau di Indonesia Timur pernah menyatu dengan benua Australia. Oleh karena itu tumbuhan dan hewan di benua Asia mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan tumbuhan dan hewan di Indonesia Barat. Demikian pula ciri-ciri tumbuhan dan hewan di Indonesia Timur mirip dengan tumbuhan dan hewan di benua Australia.

BAB III

PENUTUP

  1. Ringkasan

v Garis Wallace dan Weber dibuat oleh Alfred Wallace dari Inggris, dan Weber dari Jerman sebagai pemisah antara tumbuhan dan Hewan Asiatis dengan Australis

v Ethiopian, wilayah persebarannya meliputi benua Afrika, dari sebelah Selatan Gurun Sahara, Madagaskar dan Selatan Saudi Arabia

v Paleartik, wilayah persebarannya sangat luas meliputi hampir seluruh benua Eropa, Uni Sovyet, daerah dekat Kutub Utara sampai Pegunungan Himalaya, Kepulauan Inggris di Eropa Barat sampai Jepang, Selat Bering di pantai Pasifik, dan benua Afrika paling Utara

v Neartik, wilayah persebarannya meliputi kawasan Amerika Serikat, Amerika Utara dekat Kutub Utara, dan Greenland

v Netropical, wilayah persebarannya meliputi Amerika Tengah, Amerika .Selatan, dan sebagian besar Meksiko

v Untuk daerah oriental, daerah penyebaran biotiknya meliputi daerah Asia bagian selatan pegunungan Himalaya, India, Sri Langka, Semenanjung Melayu, Sumatera, Jawa, Kalirnantan, Sulawesi, dan Filipina

v Wilayah ini mencakup kawasan Australia, Selandia Baru, Irian, Maluku, pulau-pulau di sekitarnya, dan kepulauan di Samudera Pasifik

  1. Kesimpulan

Garis Wallace dan Weber adalah garis khayal yang dibuat sebagai garis pemisah antara tumbuhan dan hewan Asiatis/Oriental dengan Australis. Garis ini dibuat oleh ahli ilmu alam yang bernama Alfred Wallace dari Inggris dan Weber dari Jerman. Dari pembuatan garis Wallace dan Weber tersebut, maka di Kepulauan Indonesia terdapat tiga golongan tumbuhan dan hewan. Yang pertama, yaitu Asiatis/Oriental yang berada di sebelah barat garis Wallace. Yang kedua, yaitu peralihan yang berada diantara garis Wallace dengan Weber. Yang ketiga, yaitu golongan Australis yang berada di sebelah timur garis Weber.

Selai itu, Wallace juga membagi wilayah penyebaran tumbuhan dan hewan di dunia ini menjadi enam wilayah, yaitu Australi, Oriental, Paleartik, Neartik, Neotropical, dan Ethiopical.

Daftar Rujukan

Fatchan, Ahmad. Tanpa tahun. Geografi Hewan. Universitas Negeri Malang: Malang

Maryati, Sri dkk. 2003. Buku Penuntun Biologi SMU. Erlangga: Jakarta

Mustofa, Bisri dan Setiyawan, Inung. 2007. Kamus Lengkap Geografi. Panji Pustaka: Yogyakarta.



Ekosistem Mangrove


KEHIDUPAN MANGROVE JENIS API-API (AVICENNIA MARINA) SEBAGAI PENGENDALI TERHADAP PENCEMARAN DI WILAYAH PESISIR SURABAYA
Nailul Maram
Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang

ABSTRAK
Ekosistem mangrove merupakan mata rantai utama yang berperan sebagai produsen dalam jaring makanan ekosistem pantai. Mangrove jenis Api-api (Avicennia marina) memiliki upaya penanggulangan materi toksik lain diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut. Pengenceran dengan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun (sukulensi). Ekskresi juga merupakan upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang mudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam tubuhnya. Metabolisme atau transformasi secara biologis (biotransformasi) logam berat dapat mengurangi toksisitas logam berat. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami pengikatan dan penurunan daya racun, karena diolah menjadi bentuk-bentuk persenyawaan yang lebih sederhana.
Kata kunci: Api-api (Avicennia marina), pencemaran, pesisir,









PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung.
Wilayah Pantai Timur Surabaya merupakan bentang alam yang relatif datar dengan kemiringan 0-3°, rata-rata ketinggian pasang surut 1,67 meter. Kawasan ini terbentuk dari hasil pengendapan dari sistem sungai yang ada di sekitarnya dan dipengaruhi oleh laut. Kondisi daerah delta dengan tanah aluvial yang sangat dipengaruhi oleh sistem laut ini merupakan habitat yang baik bagi tumbuhnya ekosistem mangrove. Arisandi, (1996) menemukan 15 jenis vegetasi mangrove di Pantai Timur Surabaya yaitu: 1) Avicennia marina, 2) Avicennia alba, 3) Avicennia officinalis, 4) Rhizophora mucronata, 5) Sonneratia alba, 6) Sonneratia caseolaris, 7) Bruguiera cylindrica, 8) Bruguiera gymnorrhiza, 9) Xylocarpus moluccencis, 10) Excoecaria agallocha, 11) Aegiceras corniculatum, 12) Lumnitzera racemosa, 13) Nypa fruticans, 14) Acanthus ilicifolius, dan 15) Acanthus eubracteatus. Jenis yang mendominasi adalah Avicennia marina dengan ketebalan vegetasi mangrove hanya berkisar antara 5-100 meter ke arah daratan, bahkan beberapa bagian garis pantai tidak lagi ditumbuhi vegetasi mangrove karena telah dialihkan menjadi lahan pertambakan dan rekreasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Pencemaran lingkungan apa yang terdapat di pesisir timur Surabaya?
bagaimana mekanisme dari mangrove jenis api-api (Avicennia marina) terhadap pencemaran lingkungan di pesisir Surabaya?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui pencemaran apa yang terdapat di pesisir Surabaya
untuk mengetahui mekanisme mangrove jenis api-api terhadap pencemaran lingkungan di pesisir Surabaya

METODE PENULISAN
Jurnal ini dibuat dengan cara menggabungkan dari beberapa referensi yang terdiri dari jurnal, buku bacaan, dan artikel yang didapatkan dari internet. Adapun nama judul dari referensi tersebut, diantaranya ”Ekosistem Mangrove”, ”Peranan Ekologis Dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir”, “Rehabilitasi Hutan Mangrove dengan Pendekatan Masyarakat”, “Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumber Hayati”, dan “Diagram Profil Hutan Mangrove Di Taman Nasional Baluran”. Dari masing-masing referensi tersebut, diambil beberapa paragraph atau kalimat yang ada hubungannya terhadap judul jurnal tersebut dengan cara mengambil kesimpulan, dan komentar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Logam Berat di Perairan EstuariSecara alami logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke dalam makhluk hidup, ke dalam kolom air, mengendap dan akhirnya kembali lagi ke dalam kerak bumi, tetapi kandungan alamiah logam berubah-ubah tergantung pada kadar pencemaran yang dihasilkan manusia maupun karena erosi alami. Pencemaran akibat aktivitas manusia lebih banyak berpengaruh dibandingkan pencemaran secara alami. Dalam lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion kompleks. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur.Di dalam zona estuari dan aliran estuari yang terkena pengaruh pasang surut, terjadi mobilisasi logam berat antara sedimen dan kolom air. Lapisan nefeloid, yaitu lapisan lumpur di dasar perairan Sungai Hudson New York pada jarak 1 km dari tepi pantai mengandung partikel-partikel lumpur dengan konsentrasi 10 kali lebih besar dibandingkan konsentrasi di lautan lepas. Hal itu menunjukkan bahwa ion-ion logam berat yang sebagian besar terikat pada lumpur di dasar perairan tidak menyebar hingga ke laut lepas.Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen. Materi organik dalam sedimen dan kapasitas penyerapan logam sangat berhubungan dengan ukuran partikel dan luas permukaan penyerapan, sehingga konsentrasi logam dalam sedimen biasanya dipengaruhi ukuran partikel dalam sedimen.Pencemaran merkuri di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1953 dan 1961 menunjukkan bahwa pembuangan limbah yang mengandung merkuri (Hg) dalam jumlah yang relatif kecil dapat menyebabkan pencemaran yang membahayakan kesehatan manusia karena terjadi bioakumulasi di dalam organisme dan biomagnifikasi melalui rantai makanan, sehingga keluarga nelayan yang mengkonsumsi ikan menderita keracunan hebat. Toksisitas logam berat bagi makhluk hidup tergantung pada jenis logam, bentuknya dan organisme target yang terkena. Jenis dan bentuk logam yang paling toksik adalah logam timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) yang berikatan dengan senyawa organik.

B. Pohon api-api (Avicennia marina)
Pohon api-api (Avicennia marina) telah dimasukkan dalam suku tersendiri yaitu Avicenniaceae, setelah sebelumnya dimasukkan dalam suku Verbenaceae, karena Avicennia memiliki perbedaan mendasar dalam bentuk organ reproduksi dan cara berkembang biak dengan anggota suku Verbenaceae lainnya. Mangrove jenis api-api (Avicennia marina) ini memiliki akar napas (pneumatofore) yang merupakan akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Reproduksinya bersifat kryptovivipary, yaitu biji tumbuh keluar dari kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke tanah. Buah berbentuk seperti mangga, ujung buah tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk ellips dengan ujung tumpul dan panjang daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm, permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawah berwarna hijau abu-abu dan suram. Banyak penelitian yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa pohon bakau jenis api-api (Avicennia marina) dapat mengakumulasi tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn). Banus,1977 juga mengungkapkan bahwa hipokotil pohon bakau (Avicennia marina) dapat mengakumulasi tembaga (Cu), besi (Fe), dan seng (Zn). Kemampuan vegetasi mangrove dalam mengakumulasi logam berat dapat dijadikan alternatif perlindungan perairan estuari, terutama di Pantai Timur Surabaya terhadap pencemaran logam berat. Tumbuhan yang hidup di daerah tercemar memiliki mekanisme penyesuaian yang membuat polutan menjadi nonaktif dan disimpan di dalam jaringan tua sehingga tidak membahayakan pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan. Polutan tersebut akan memberi pengaruh jika dikeluarkan melalui metabolisme jaringan atau jika tumbuhan tersebut dikonsumsi. Pemberian polutan dapat merangsang kemampuannya untuk bertahan pada tingkat yang lebih toksik.
Mangrove yang tumbuh di muara sungai merupakan tempat penampungan terakhir bagi limbah-limbah yang terbawa aliran sungai, terutama jika jumlah limbah yang masuk ke lingkungan estuari melebihi kemampuan pemurnian alami oleh badan air.Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah:1) faktor konsentrasi; kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya,2) perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih tinggi daripada medium di sekitarnya. Sejumlah besar eksperimen menunjukkan adanya hubungan antara laju pengambilan ion dengan konsentrasi ion yang menyerupai hubungan antara laju reaksi yang dihantarkan enzim dengan konsentrasi substratnya.
Analogi ini menunjukkan adanya barier khusus dalam membran sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan dapat menyerap ion tersebut, sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi semua barier berperan pada laju maksimum hingga mencapai laju pengambilan jenuh.Tembaga (Cu) dalam konsentrasi tinggi atau rendah bersifat sangat toksik bagi tumbuhan jika berada sebagai satu-satunya unsur dalam larutan. Sebagai fungisida tembaga (Cu) digunakan dalam bentuk serbuk dan spray. Tembaga (Cu) juga dibutuhkan oleh beberapa jenis tumbuhan sebagai elemen mikro yang berperan dalam proses respirasi.Kadmium (Cd) termasuk dalam elemen stimulator tumbuhan pada bagian tertentu. Elemen ini secara tidak langsung menguntungkan pertumbuhan tumbuhan melalui peningkatan kemampuan elemen tertentu, melalui penurunan konsentrasi substansi toksik atau dengan menjaga keseimbangan ion-ion dalam media pertumbuhan. Mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah:(a). Penanggulangan (ameliorasi); untuk meminimumkan pengaruh toksin terdapat empat pendekatan:1.) lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler); biasanya pada organ akar2.) ekskresi; secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan pengguguran daun,3.) dilusi (melemahkan); melalui pengenceran,4.) inaktivasi secara kimiaMekanisme pembentukan kompleks logam sering dijumpai pada tumbuhan, seperti pada tembaga (Cu) yang biasanya mengalami translokasi pembentukan kelat dengan asam-asam poliamino-polikarboksilik.(b). toleransi; tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksikJenis-jenis tumbuhan yang mampu bertahan terhadap ion-ion toksik memiliki mekanisme berlapis (multilayered). Lazimnya adaptasi terhadap logam berat melibatkan diferensiasi ekotipe yaitu evolusi dari genotip-genotip yang beradaptasi.Dari hasil penelitian Terhadap kandungan Logam Berat Kadmium (Cd), Tembaga (Cu) terhadap jenis Api-Api yang dilakukan oleh Daru Setyo Rini S. Si (Peneliti Madya Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah-ECOTON) menunjukkan hasil sebagai berikut:
1. Pohon api-api (Avicennia marina) di Muara Kali Wonokromo mengandung tembaga (Cu) paling tinggi di bagian akar yaitu 11,5319 mg/gram, diikuti dalam batang sebesar 3,7552 mg/gram dan daun sebesar 2,1142 mg/gram, sedangkan kandungan kadmium (Cd) di bagian akar sebesar 8,6387 mg/gram, di bagian batang sebesar 2,6825 mg/gram dan bagian daun sebesar 1,2138 mg/gram.
2. Rata-rata kandungan tembaga (Cu) dalam sedimen di Muara Kali Wonokromo adalah 13,7513 mg/gram dan logam kadmium (Cd) adalah 11,7495 mg/gram. Rata-rata kandungan tembaga (Cu) di Muara Kali Wonorejo adalah 12,7277 mg/gram dan kadmium (Cd) adalah 7,7468 mg/gram
Oleh karena itu, keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami. Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang.

KESIMPULAN
1. Wilayah pesisir timur Surabaya mengalami pencemaran lingkungan. Pencemaran ini diakibatkan oleh adanya pengendapan limbah pabrik yang berupa bahan-bahan kimia yang dialirkan yang dialirkan melalui sungai yang bermuara pada pesisir tersebut.
2. Pohon mangrove jenis Api-api (Avicennia marina) memiliki upaya penanggulangan materi toksik lain diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam yang ada di wilayah tersebut.
3. Ekskresi pada mangrove jenis api-api (avicennia marina) juga merupakan upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang mudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam tubuhnya












DAFTAR RUJUKAN
Anwar, Chairil dan Gunawan, Hendra. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian. (online), (http://www.dephut.go.id/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2008)
Biology Resources on Shantybio, 2007. Ekosistem Mangrove. (online), (http://www.shantybio.transdigit.com/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2008)
Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian,(online), (http://www.pustaka-deptan.go.id/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2008)
Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Dasar, (online), Vol. 2, No. 2, (http://www.unej.ac.id/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2008)
Sulistiyowati, Hari. 2000. Diagram Profil Hutan Mangrove Di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur ( the mangrove profile diagram of baluran national park, east java). Jurnal Ilmu Dasar, (online), Vol. 1, No. 1, (http://www.unej.ac.id/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2008)